Makin ke mari, tontonan di TV makin membuat resah.
Kisah percintaan di sinetron yang wajarnya dinikmati remaja 17 tahun ke atas, sekarang sudah jadi tontonan anak SD, bahkan yang belum sekolah. Sulit menemui tayangan yang diperankan anak-anak, dan mengandung pesan-pesan berguna untuk anak kecil. Sekarang yang ada itu kisah geng anak SMP berantem di sekolah rebutan pacar. Pengen gitu yah, ada kisah mereka rebutan buku di perpus karena suka membaca, tapi belum ada.
Kisah percintaan di sinetron yang wajarnya dinikmati remaja 17 tahun ke atas, sekarang sudah jadi tontonan anak SD, bahkan yang belum sekolah. Sulit menemui tayangan yang diperankan anak-anak, dan mengandung pesan-pesan berguna untuk anak kecil. Sekarang yang ada itu kisah geng anak SMP berantem di sekolah rebutan pacar. Pengen gitu yah, ada kisah mereka rebutan buku di perpus karena suka membaca, tapi belum ada.
Kalaupun
ada cerita sinetron lain, imajinasinya kelewatan tinggi alias
ngelantur, makin membodohi anak-anak. Ikan bisa terbang lah, aksi
heroik dorong mobil hanya dengan satu tangan lah. Gak kebayang yah,
anak-anak yang memang belum bisa menyaring informasi dengan baik harus
terima sinetron yang begituan. Takutnya nanti dia kecewa dan nangis pas
dorongin mobil papanya pake satu tangan , eh mobil nya gak bergerak.
Jadi anak-anak itu paling cepat menirukan apa yang dia lihat. Otaknya belum mampu menyaring informasi yang tidak baik, dan belum mampu menentukan mana yang layak ditiru atau tidak. Sekali waktu di sekitar kost an ku. Sebutlah mereka Ucil, Ical dan Acil.
Ucil : Cal, sepedaku bocorrr
Ical : Aih, cemana itu. Mana bisa kita apain (betulin maksudnya, ini khas Medan)
Acil : Udah panggil Sa**on sana (sebut salah satu karakter )
Asstaga dek,.., dek.., bukan nyuruh manggil bapak ibunya, malah manggil Encon (versi cadel)
Tidak banyak yang bisa dituntut dari anak kecil. Mereka asli konsumen lepas. Mungkin juga uda kelepasan. Peran orangtua dibutuhkan di sini. Beruntung kalau orangtua punya latar belakang pendidikan yang memadai, nah kalau tidak ? Ini yang terjadi..
Orangtua : yuk, mariii yuk..., kita nonton.., ada mobil yang bisa terbang looo
Nonton deh bareng-bareng, ketawa-ketiwi. Tontonan saat ini mungkin dianggap cukup menghibur, tapi nyaris tidak ada nilai edukasinya, tidak mendidik. Setelah menonton, mungkin anak-anak akan menghayal dia bisa terbang, bisa menahan hujan pakai lima jari, atau mengangkat mobil pake satu jari. Ini edan.
Mungkin dianggap sepeleh, padahal cukup berbahaya. Kita bisa lihat kisah percintaan dewasa cukup mendominasi di TV. Tidak banyak ruang untuk anak-anak. Bukan kisah cinta itu tidak boleh, tapi juga harus diperhatikan bahwa konsumen juga bukan cuma orang dewasa, banyak anak di bawah umur, dan kisah cinta itu tidak dibutuhkan anak SD saat ini, memang belum saatnya. Tidak urgent. Toh, dia belum butuh teman hidup mulai dari SD kan ?. Jika ada adegan yang menayangkan gadis kecil yang sengaja tabrakkan diri ke mobil karena gak dibeliin boneka (misalnya) , nah abis itu ditiru sama anak SD yang nonton , kan bahaya.
Adakah yang peduli akan generasi ini, yang makin bobrok dengan kualitas tontonan kayak begitu. Hanya berbagi opini. Kita masih bisa berbuat, pesan buat kita supaya lebih Aware dengan dampak dari tayangan yang kurang edukatif. Selektif memilih tontonan. Mungkin kita punya anak, sepupu, keponakan, atau tetangga yang masih unyu, tegur lah jika mereka sudah mulai kecanduan dengan tayangan yang ada. Sebelum mereka kecanduan, kita bisa cegah dengan sengaja beli film yang memang layak dikonsumsi anak kecil . Sekian. VMS.
Jadi anak-anak itu paling cepat menirukan apa yang dia lihat. Otaknya belum mampu menyaring informasi yang tidak baik, dan belum mampu menentukan mana yang layak ditiru atau tidak. Sekali waktu di sekitar kost an ku. Sebutlah mereka Ucil, Ical dan Acil.
Ucil : Cal, sepedaku bocorrr
Ical : Aih, cemana itu. Mana bisa kita apain (betulin maksudnya, ini khas Medan)
Acil : Udah panggil Sa**on sana (sebut salah satu karakter )
Asstaga dek,.., dek.., bukan nyuruh manggil bapak ibunya, malah manggil Encon (versi cadel)
Tidak banyak yang bisa dituntut dari anak kecil. Mereka asli konsumen lepas. Mungkin juga uda kelepasan. Peran orangtua dibutuhkan di sini. Beruntung kalau orangtua punya latar belakang pendidikan yang memadai, nah kalau tidak ? Ini yang terjadi..
Orangtua : yuk, mariii yuk..., kita nonton.., ada mobil yang bisa terbang looo
Nonton deh bareng-bareng, ketawa-ketiwi. Tontonan saat ini mungkin dianggap cukup menghibur, tapi nyaris tidak ada nilai edukasinya, tidak mendidik. Setelah menonton, mungkin anak-anak akan menghayal dia bisa terbang, bisa menahan hujan pakai lima jari, atau mengangkat mobil pake satu jari. Ini edan.
Mungkin dianggap sepeleh, padahal cukup berbahaya. Kita bisa lihat kisah percintaan dewasa cukup mendominasi di TV. Tidak banyak ruang untuk anak-anak. Bukan kisah cinta itu tidak boleh, tapi juga harus diperhatikan bahwa konsumen juga bukan cuma orang dewasa, banyak anak di bawah umur, dan kisah cinta itu tidak dibutuhkan anak SD saat ini, memang belum saatnya. Tidak urgent. Toh, dia belum butuh teman hidup mulai dari SD kan ?. Jika ada adegan yang menayangkan gadis kecil yang sengaja tabrakkan diri ke mobil karena gak dibeliin boneka (misalnya) , nah abis itu ditiru sama anak SD yang nonton , kan bahaya.
Adakah yang peduli akan generasi ini, yang makin bobrok dengan kualitas tontonan kayak begitu. Hanya berbagi opini. Kita masih bisa berbuat, pesan buat kita supaya lebih Aware dengan dampak dari tayangan yang kurang edukatif. Selektif memilih tontonan. Mungkin kita punya anak, sepupu, keponakan, atau tetangga yang masih unyu, tegur lah jika mereka sudah mulai kecanduan dengan tayangan yang ada. Sebelum mereka kecanduan, kita bisa cegah dengan sengaja beli film yang memang layak dikonsumsi anak kecil . Sekian. VMS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar